Etika berasal dari bahasa
Yunani yaitu dari kata ethos yang memiliki arti adat, kebiasaan dan akhlak.
Dalam pengertian dasar etika merupakan
nilai-nilai dan norma yang menjadi pegangan seseorang atau kelompok tertentu
yang mengatur tingkah lakunya dalam berinteraksi dengan orang lain dan
mempelajari tentang baik atau buruknya tingkah laku seseorang. Satu hal yang
harus diketahui bahwa etika adalah telaah tentang apa yang pantas kita lakukan.
Etika harus diterapkan dalam aktivitas dan kebiasaan
kita sehari-hari dan etika ini lahir dari dalam pribadi masing-masing individu
walaupun hal ini berkaitan dengan relasi sosial antara kita dengan peraturan
dan kebiasaan orang lain.
Ada
tiga kajian etika dalam komunikasi:
ü Metaethics
Metaethics merupakan pembelajaran tentang
karakteristik etika yang mengidentifikasikan mana nilai moral yang paling baik.
Bukan moralitas secara langsung, melainkan ucapan-ucapan kita di bidang
moralitas.
ü Normative ethics
Penilaian mengenai perilaku manusia
dimana penilaian itu dibentuk atas dasar norma: martabat
manusia harus dihormati. Normative ethics tidak melukiskan melainkan menentukan benar tidaknya
tingkah laku atau anggapan moral.
ü Applied ethics
Dalam applied
ethics dinyatakan bahwa di dalam kehidupan nyata itu tidak selalu ada
mana yang benar dan mana yang salah, tapi akan selalu ada yang memiliki alasan
terbaik.
Florence
Kuckholn mengidentifikasi orientasi nilai yang berkaitan dengan masalah
kehidupan dasar, yaitu:
Ø Manusia berhubungan dengan alam atau lingkungan fisik,
dalam arti mendominasi, hidup dengan atau ditaklukan alam.
Ø Manusia hendaknya bercermin pada masa lalu, masa kini,
dan masa yang akan datang.
Ø Manusia menilai hubungan dengan orang lain,dalam
kedudukan individualistis, atau posisi yang sejajar.
Dilema Etik: Konflik dan Nilai
§ Dilema etik adalah suatu masalah yang melibatkan dua (
atau lebih ) landasan moral suatu tindakan tetapi tidak dapat dilakukan
keduanya.
§ Menurut Thompson & Thompson (1985 ) dilema etik merupakan
suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau
situasi dimana alternatif yang memuaskan atau tidak memuaskan sebanding.
Etika menjadi alat pemikiran yang rasional dan bertanggung jawab bagi
seorang ahli dan bagi siapa saja yang tidak mau diombang-ambingkan oleh
norma-norma yang ada begitu juga dalam konteks media massa. Media massa merupakan agen sosialisasi
sekunder yang dampak penyebarannya paling luas dibanding agen sosialisasi lain.
Meskipun dampak yang diberikan media massa tidak
secara langsung terjadi, namun
cukup signifikan dalam mempengaruhi seseorang, baik dari segi kognisi, afeksi,
maupun konatifnya. Media massa dapat membentuk pencitraan tertentu dari suatu
peristiwa atau suatu kelompok dan dipahami sebagai kebenaran umum dalam
masyarakat. Selain undang-undang dan peraturan-peraturan yang dibuat oleh
lembaga legislatif ataupun pemerintah tersebut, perlu adanya pedoman
berperilaku lain yang tidak memberi sanksi fisik, baik berupa penjara atau
denda, namun lebih pada sanksi moral untuk mengatur manusia dalam berinteraksi
dengan media yang memiliki aspek yang kompleks berupa etika.
Selain itu kode etik juga harus ditetapkan dalam organisasi professional tersebut agar
masing-masing lingkungan internal yang terkait didalamnya mampu memainkan peran yang penting dalam menerapkan etika.
Pada saat seperti ini khususnya dalam ranah media massa sangat sering sekali
melanggar etika dalam privasi, dimana menurut Louis Alvin Day dalam bukunya yang berjudul “Etics Media Communication
(2006)”, privasi didefinisikan sebagai hak untuk dibiarkan atau hak untuk
mengontrol publikasi yang tidak diinginkan tentang urusan personal seseorang.
Saat ini persepktif masyarakat kita
telah terjadi salah kaprah yang meyakini bahwa seorang public figure (seperti
artis atau pejabat) tidak memiliki hak privasi. Masyarakat kita bahkan orang
yang bekerja sebagai public figure itu sendiri sering menyebutkan bahwa sudah
menjadi sebuah resiko bagi public figure untuk tidak memiliki privasi. Sementara, privasi itu sesungguhnya sangat
penting karena privasi
memberikan kemampuan untuk menjaga informasi pribadi yang bersifat rahasia
sebagai dasar pembentukan otonomi individu.
Selain itu, media
massa dalam pemberitaan kepada publik seyogianya harus memiliki etika privasi
dalam menjaga hak individu yang merupakan bagian dari kerahasiaan pribadi yang
tidak seharusnya menjadi konsumsi publik sehingga mengakibatkan
“EKSPLOITASI” dan kerugian terhadap
individu itu sendiri.
Di samping diperlukannya
ruang privasi dalam ranah media massa, prinsip konfidensialitas juga sangat
diperlukan dalam menaga etika dalam profesi jurnalistik. Prinsip
konfidensialitas [kerahasiaan] adalah kewajiban untuk menyembunyikan nama
narasumber informasi atau informasi itu sendiri dari pihak ketiga dalam kondisi
tertentu.
Letak perbedaan privasi dengan konfidensialitas adalah privasi
berkaitan dengan orang pertama (komunikator), sedangkan konfidensialitas terletak
pada orang kedua (komunikan).
Ada 5 hal yang menjadi alasan mengapa
konfidensialitas merupakan nilai yang harus dijaga:
a.
Kemampuan untuk menyimpan rahasia merupakan perwujudan otonomi individu.
b. setiap orang butuh ruang pribadi.
Konfidensialitas mewujudkan ruang pribadi [privat sphere].
c.
Konfidensialitas menumbuhkan rasa saling mempercayai.
d.
Konfidensialitas penting untuk mencegah tindakan menyakiti orang lain.
e.
Konfidensialitas merupakan sarana untuk mewujudkan tujuan kelompok sosial.
Menurut Alvin Day, demi
kepentingan publik, konfidensialitas boleh dilanggar, kecuali dalam praktik
jurnalisme. Pers atas alasan apa pun tidak boleh melanggar konfidensialitas,
selain menyalahi hukum pers, pelanggaran tersebut akan menjatuhkan kredibilitas
media tersebut. Khusus
untuk wartawan, apabila ia tetap
memegang konfidensialitas, maka apa yang dipublikasikannya merupakan
tanggung jawab dari si wartawan. Bilapun kemudian terkena sanksi maka hal
tersebut merupakan resiko dari sebuah profesi.
Selain adanya pelanggaran
privasi, konfidensialitas dalam problematika etika, streotipikal dalam etika
media massa juga kerap terjadi. Stereotip
dipahami sebagai pandangan yang menggambarkan tipikal orang, peristiwa, atau
obyek tertentu.
Orang membentuk stereotip
berdasarkan pengalaman masa lalunya,
kemudian menemui hal yang sama secara berulang-ulang dan akhirnya mereka
mengharapkan suatu peristiwa atau orang tampak sesuai dengan pengalaman dan
pemahamannya tersebut.
Menurut Louis Alvin Day, ada 4
hal yang menyebabkan streotip itu terjadi:
11. Manusia ingin secara cepat/instan untuk menyelesaikan
persoalannya. Terutama masalah-masalah yang bersifat praktis. (termasuk bisnis
& berita).
22. Manusia punya keterbatasan untuk memahami semua hal
dalam jangka waktu yang cepat. Sehingga berita/informasi yang didapat seseorang
menjadi semacam testimoni/pembuktian.
3 3. Manusia cenderung menggunakan ‘second opinion’ untuk
menyampaikan sebuah kebenaran.
4 4. Manusia punya kepentingan, intens (niat) untuk dapat
eksis dalam sebuah entitas budaya.
Ada
4 nilai-nilai sosial negatif dari streotip:
11. Manusia ingin secara cepat/instan untuk menyelesaikan
persoalannya. Terutama masalah-masalah yang bersifat praktis. (termasuk bisnis
& berita).
22. Manusia punya keterbatasan untuk memahami semua hal
dalam jangka waktu yang cepat. Sehingga berita/informasi yang didapat seseorang
menjadi semacam testimoni/pembuktian.
33.
Manusia cenderung menggunakan ‘second opinion’ untuk
menyampaikan sebuah kebenaran.
4
Manusia punya kepentingan, intens (niat) untuk dapat
eksis dalam sebuah entitas budaya.
Tidak hanya sampai disitu,
ternyata pelanggaran etika juga sangat kerap terjadi pada kepemilikan media
massa yang setiap pemberitaannya berorientasi pada kepentingan ekonomi dan
kepentingan politik semata, artinya pemilik media massa menjadikan isi medianya
dengan informasi yang disukai oleh pasar. Sehingga medianya laku dan
menguntungkan dari sisi ekonomi. Dampak
dari kurangnya penegakan etika dalam ranah ekonomi politik media adalah
menyebabkan sakitnya masyarakat. Artinya, “sakitnya masyarakat tersebut,
terjadi karena informasi yang tersaji di media tidak sesuai dengan realitas
yang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari”. Oleh sebab itu perlu adanya
pemberlakuan undang-undang mengenai penegakan etika dalam ekonomi politik media
agar tidak menyebabkan polemik yang lebih mendalam diantara masing-masing
kelompok dominan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar