Selasa, 16 Oktober 2012

ETIKA KOMUNIKASI


Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata ethos yang memiliki arti adat, kebiasaan dan akhlak. Dalam pengertian dasar etika merupakan nilai-nilai dan norma yang menjadi pegangan seseorang atau kelompok tertentu yang mengatur tingkah lakunya dalam berinteraksi dengan orang lain dan mempelajari tentang baik atau buruknya tingkah laku seseorang. Satu hal yang harus diketahui bahwa etika adalah telaah tentang apa yang pantas kita lakukan. Etika harus diterapkan dalam aktivitas dan kebiasaan kita sehari-hari dan etika ini lahir dari dalam pribadi masing-masing individu walaupun hal ini berkaitan dengan relasi sosial antara kita dengan peraturan dan kebiasaan orang lain.

Ada tiga kajian etika dalam komunikasi:
ü  Metaethics
Metaethics merupakan pembelajaran tentang karakteristik etika yang mengidentifikasikan mana nilai moral yang paling baik. Bukan moralitas secara langsung, melainkan ucapan-ucapan kita di bidang moralitas.
ü  Normative ethics
Penilaian mengenai perilaku manusia dimana penilaian itu dibentuk atas dasar norma: martabat manusia harus dihormati. Normative ethics tidak melukiskan melainkan menentukan benar tidaknya tingkah laku atau anggapan moral.
ü  Applied ethics
Dalam applied ethics dinyatakan bahwa di dalam kehidupan nyata itu tidak selalu ada mana yang benar dan mana yang salah, tapi akan selalu ada yang memiliki alasan terbaik.
Florence Kuckholn mengidentifikasi orientasi nilai yang berkaitan dengan masalah kehidupan dasar, yaitu:
Ø Manusia berhubungan dengan alam atau lingkungan fisik, dalam arti mendominasi, hidup dengan atau ditaklukan alam.
Ø Manusia hendaknya bercermin pada masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang.
Ø Manusia menilai hubungan dengan orang lain,dalam kedudukan individualistis, atau posisi yang sejajar.

Dilema Etik: Konflik dan Nilai
§  Dilema etik adalah suatu masalah yang melibatkan dua ( atau lebih ) landasan moral suatu tindakan tetapi tidak dapat dilakukan keduanya.
§  Menurut Thompson & Thompson (1985 ) dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau situasi dimana alternatif yang memuaskan atau tidak memuaskan sebanding.
Etika menjadi alat pemikiran yang rasional dan bertanggung jawab bagi seorang ahli dan bagi siapa saja yang tidak mau diombang-ambingkan oleh norma-norma yang ada begitu juga dalam konteks media massa. Media massa merupakan agen sosialisasi sekunder yang dampak penyebarannya paling luas dibanding agen sosialisasi lain. Meskipun dampak yang diberikan media massa tidak secara langsung terjadi, namun cukup signifikan dalam mempengaruhi seseorang, baik dari segi kognisi, afeksi, maupun konatifnya. Media massa dapat membentuk pencitraan tertentu dari suatu peristiwa atau suatu kelompok dan dipahami sebagai kebenaran umum dalam masyarakat. Selain undang-undang dan peraturan-peraturan yang dibuat oleh lembaga legislatif ataupun pemerintah tersebut, perlu adanya pedoman berperilaku lain yang tidak memberi sanksi fisik, baik berupa penjara atau denda, namun lebih pada sanksi moral untuk mengatur manusia dalam berinteraksi dengan media yang memiliki aspek yang kompleks berupa etika. Selain itu kode etik juga harus ditetapkan dalam organisasi professional tersebut agar masing-masing lingkungan internal yang terkait didalamnya mampu memainkan peran yang penting dalam menerapkan etika. Pada saat seperti ini khususnya dalam ranah media massa sangat sering sekali melanggar etika dalam privasi, dimana menurut Louis Alvin Day dalam bukunya yang berjudul “Etics Media Communication (2006)”, privasi didefinisikan sebagai hak untuk dibiarkan atau hak untuk mengontrol publikasi yang tidak diinginkan tentang urusan personal seseorang. Saat ini persepktif masyarakat kita telah terjadi salah kaprah yang meyakini bahwa seorang public figure (seperti artis atau pejabat) tidak memiliki hak privasi. Masyarakat kita bahkan orang yang bekerja sebagai public figure itu sendiri sering menyebutkan bahwa sudah menjadi sebuah resiko bagi public figure untuk tidak memiliki privasi.  Sementara, privasi itu sesungguhnya sangat penting karena privasi memberikan kemampuan untuk menjaga informasi pribadi yang bersifat rahasia sebagai dasar pembentukan otonomi individu. Selain itu, media massa dalam pemberitaan kepada publik seyogianya harus memiliki etika privasi dalam menjaga hak individu yang merupakan bagian dari kerahasiaan pribadi yang tidak seharusnya menjadi konsumsi publik sehingga mengakibatkan “EKSPLOITASI”  dan kerugian terhadap individu itu sendiri.
Di samping diperlukannya ruang privasi dalam ranah media massa, prinsip konfidensialitas juga sangat diperlukan dalam menaga etika dalam profesi jurnalistik. Prinsip konfidensialitas [kerahasiaan] adalah kewajiban untuk menyembunyikan nama narasumber informasi atau informasi itu sendiri dari pihak ketiga dalam kondisi tertentu. Letak perbedaan privasi dengan konfidensialitas adalah privasi berkaitan dengan orang pertama (komunikator), sedangkan konfidensialitas terletak pada orang kedua (komunikan).

Ada 5  hal yang menjadi alasan mengapa konfidensialitas merupakan nilai yang harus dijaga:
a. Kemampuan untuk menyimpan rahasia merupakan perwujudan otonomi individu.
b.  setiap orang butuh ruang pribadi. Konfidensialitas mewujudkan ruang pribadi [privat sphere].
c. Konfidensialitas menumbuhkan rasa saling mempercayai.
d. Konfidensialitas penting untuk mencegah tindakan menyakiti orang lain.
e. Konfidensialitas merupakan sarana untuk mewujudkan tujuan kelompok sosial.

Menurut Alvin Day, demi kepentingan publik, konfidensialitas boleh dilanggar, kecuali dalam praktik jurnalisme. Pers atas alasan apa pun tidak boleh melanggar konfidensialitas, selain menyalahi hukum pers, pelanggaran tersebut akan menjatuhkan kredibilitas media tersebut. Khusus untuk wartawan, apabila ia tetap memegang konfidensialitas, maka apa yang dipublikasikannya merupakan tanggung jawab dari si wartawan. Bilapun kemudian terkena sanksi maka hal tersebut merupakan resiko dari sebuah profesi.
Selain adanya pelanggaran privasi, konfidensialitas dalam problematika etika, streotipikal dalam etika media massa juga kerap terjadi.  Stereotip dipahami sebagai pandangan yang menggambarkan tipikal orang, peristiwa, atau obyek tertentu.
Orang membentuk stereotip berdasarkan pengalaman  masa lalunya, kemudian menemui hal yang sama secara berulang-ulang dan akhirnya mereka mengharapkan suatu peristiwa atau orang tampak sesuai dengan pengalaman dan pemahamannya tersebut.

Menurut Louis Alvin Day, ada 4 hal yang menyebabkan streotip itu terjadi:
11.  Manusia ingin secara cepat/instan untuk menyelesaikan persoalannya. Terutama masalah-masalah yang bersifat praktis. (termasuk bisnis & berita).
22.  Manusia punya keterbatasan untuk memahami semua hal dalam jangka waktu yang cepat. Sehingga berita/informasi yang didapat seseorang menjadi semacam testimoni/pembuktian.
3 3.  Manusia cenderung menggunakan ‘second opinion’ untuk menyampaikan sebuah kebenaran.
4 4.  Manusia punya kepentingan, intens (niat) untuk dapat eksis dalam sebuah entitas budaya.

Ada 4 nilai-nilai sosial negatif dari streotip:
11.  Manusia ingin secara cepat/instan untuk menyelesaikan persoalannya. Terutama masalah-masalah yang bersifat praktis. (termasuk bisnis & berita).
22.  Manusia punya keterbatasan untuk memahami semua hal dalam jangka waktu yang cepat. Sehingga berita/informasi yang didapat seseorang menjadi semacam testimoni/pembuktian.
33.       Manusia cenderung menggunakan ‘second opinion’ untuk menyampaikan sebuah kebenaran.
4      Manusia punya kepentingan, intens (niat) untuk dapat eksis dalam sebuah entitas budaya.

Tidak hanya sampai disitu, ternyata pelanggaran etika juga sangat kerap terjadi pada kepemilikan media massa yang setiap pemberitaannya berorientasi pada kepentingan ekonomi dan kepentingan politik semata, artinya pemilik media massa menjadikan isi medianya dengan informasi yang disukai oleh pasar. Sehingga medianya laku dan menguntungkan dari sisi ekonomi.  Dampak dari kurangnya penegakan etika dalam ranah ekonomi politik media adalah menyebabkan sakitnya masyarakat. Artinya, “sakitnya masyarakat tersebut, terjadi karena informasi yang tersaji di media tidak sesuai dengan realitas yang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari”. Oleh sebab itu perlu adanya pemberlakuan undang-undang mengenai penegakan etika dalam ekonomi politik media agar tidak menyebabkan polemik yang lebih mendalam diantara masing-masing kelompok dominan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar